Suarahimpunan.com – Keraton Agung Sejagat, Sunda Empire dan yang terbaru adalah Kekaisaran Sunda Nusantara. Nama-nama tersebut merupakan kerajaan fiktif yang muncul di Indonesia akhir-akhir ini. Tentu saja, karena kerajaannya fiktif, raja-raja yang memimpinnya pun fiktif.
Mayoritas, duit menjadi motif raja-raja palsu tersebut dalam mendirikan kerajaan mereka. Dengan janji-janji manis, para calon warga kerajaan ditarif jutaan rupiah untuk bisa gabung. Lebih tinggi maharnya, lebih tinggi jabatan yang akan didapatkan.
Sayangnya, janji kemakmuran dan kejayaan yang ditawarkan oleh raja-raja palsu tersebut berakhir dengan tragis. Bukan karena invasi kerajaan lain sehingga meruntuhkan kerajaan itu, namun karena pasal terkait hoaks dan membuat keonaran. Jeruji besi jadi istana dalam ‘pengasingan’ mereka.
Sederet kisah raja-raja fiktif itu menjadi diskusi kecil antara kader HMI MPO Cabang Serang. Dengan kemampuan cocoklogi tingkat tinggi, kasus raja-raja fiktif tersebut disamakan dengan kondisi yang terjadi di tubuh HMI MPO.
“Raja fiktif itu ya Ahmad Latupono,” ujar Sekretaris Umum Komisariat Untirta Ciwaru, Ega Mahendra. Kru LAPMI Serang Raya yang hadir dalam diskusi itu (sebenarnya agenda bakar ikan), akhirnya mencoba mengulik lebih dalam statemen tersebut.
Ega mengatakan, penyematan raja fiktif mengacu pada klaim Ahmad Latupono atas jabatan Ketua Umum PB HMI MPO. Padahal, Kongres di Kendari telah menentukan bahwa Affandi Ismail merupakan ketua terpilih.
“Sok geh (coba deh) baca sejarah kerajaan-kerajaan. Perebutan tahta sudah biasa terjadi di masa kerajaan. Tapi untuk bisa duduk di singgasana raja, harus ada legitimasi seperti teranulirnya klaim raja sebelumnya karena mundur, kalah perang, diasingkan atau tewas,” ucapnya.
Ia mencontohkan kisah Sultan Haji dari Banten, yang berhasil mengklaim tahta dari ayahnya yakni Sultan Ageng Tirtayasa dan saudaranya, Pangerang Purbaya yang merupakan putra mahkota sultan. Sultan Haji berhasil mengklaim lantaran Sultan Ageng Tirtayasa maupun Pangerang Purbaya, menyerah kepada VOC setelah kalah berperang.
“Berbeda dengan Sultan Syarifuddin Ratu Wakil atau Pangerang Syarifuddin yang naik tahta atas lobi ibundanya ke Belanda. Dia tidak diakui oleh rakyat karena bukan seperti itu cara mainnya. Dia melanggar konstitusi dari Kesultanan Banten, bahasa kerennya mah,” tutur Ega.
Maka dari itu, sebutan raja fiktif bagi Ahmad Latupono merupakan hal yang sangat masuk akal. Terlebih motif yang muncul pun menurutnya, tidak jauh berbeda dengan kerajaan fiktif yang muncul akhir-akhir ini.
“Bukan soal duit ya, duit mah belakangan. Tapi relasi, kekuasaan, dan lain sebagainya. Intinya adalah kejayaan dan kemakmuran sudah pasti menjadi motif kakanda kita yang satu itu. Kalau ingin mengabdi, harusnya tunggu kongres selanjutnya aja,” ungkapnya.
Menanggapi analisa cocoklogi tingkat tinggi Ega, Sekretaris Umum Cabang Serang, Muhammad Izqi Kahfi, pun ikut nimbrung. Menurutnya, jika mengikuti alur kerajaan fiktif yang ada, maka seharusnya kerajaan fiktif yang dibangun oleh Ahmad Latupono akan berakhir dengan konsekuensi hukum.
“Tapi kan gak lucu kalau kita menempuh jalur hukum buat Ahmad Latupono. Jadi kalau kita cocoklogi lagi, kita gunakan konstitusi aja sebagai dasar kita berorganisasi,” ujarnya bapak anak satu ini. Benar, Sekum Cabang Serang lebih dahulu menikah ketimbang Ketua Umum Cabang.
Dalam konstitusi, Kahfi menuturkan bahwa terdapat sanksi yang bisa diberikan kepada kader, seperti Ahmad Latupono. Sanksi tersebut bisa berupa skorsing dan atau pemecatan terhadap kader, berdasarkan ketentuan yang ada.
“Bagian V Anggaran Rumah Tangga (ART) pasal 10, 11, 12 mengatur terkait dengan sanksi pemecatan. Spesifiknya, pasal 11 mengatur mengapa kader dipecat seperti bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan HMI dan bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik HMI,” terangnya.
Dalam kasus Ahmad Latupono, Kahfi mengatakan bahwa segala tindakan yang diklaimnya sebagai tindakan Ketua Umum PB HMI MPO, telah merusak marwah organisasi. Apalagi yang terbaru ini, dengan ‘pede’ Ahmad Latupono mewakili HMI MPO berbicara terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK.
“Lah ini orang siapa, ujug-ujug mewakili kita berbicara mengenai KPK. Diajak ngobrol enggak, dikirim surat hasil kajian enggak. Ini udah mencemarkan nama baik HMI sih menurut gua. Jadi memang sudah masuk itu ke pasal 11. Yah walaupun dengan dia tidak mengindahkan hasil kongres juga sudah bertentangan dengan konstitusi,” ucapnya.
Maka dari itu, solusi yang saat ini konkret dilakukan adalah pemecatan. Sedangkan dalam Pedoman Keanggotaan, pemecatan dapat dilakukan oleh Pengurus Cabang tempat kader tersebut bernaung. Tapi dalam kasus yang akut, Pengurus Besar juga bisa melakukan pemecatan.
“Infonya sih pada Pleno kemarin, PB HMI MPO udah melakukan pemecatan terhadap Ahmad Latupono. Tapi enggak tahu tuh benar atau tidaknya, sampai sekarang belum dapat berita acaranya. Hasil-hasilnya masih belum ada,” ungkapnya.
Diskusi tersebut pun berlanjut dengan pembahasan yang lain. Ahmad Latupono sudah tidak disebut-sebut lagi. Memang pembahasan diskusi masih berkaitan dengan HMI, namun tidak jauh dari sekadar julid belaka. Untuk diketahui, julid merupakan kata lain dari gosip. Seperti itu lah Cabang Serang. (Ririn/Munuf/RED)