Anas menyampaikan bahwa kasus semacam ini harus ditanggapi dengan serius. Dan ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian secara serius oleh BKKBN, yaitu: pertama soal stunting; kedua soal pernikahan usia dini; dan ketiga angka perceraian.
“Dalam tiga urusan ini kita masih menghadapi masalah serius karena jumlah kasusnya cukup tinggi dibandingkan beberapa negara lain,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Fopkia Kabupaten Tangerang, Atif, mengatakan bahwa dalam menangani kasus pernikahan usia dini dan perceraian itu harus ada keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda). Pemda membuat peraturan daerah, yang menjadikan payung hukum pernikahan usia dini.
“Kemudian, perlu adanya edukasi sosial budaya terkait pernikahan dini sampai pemerintah desa karena dampak buruknya pernikahan dini,” ujarnya.
Kaitannya dengan angka kematian ibu dan bayi, ia juga menjelaskan bahwa kasus pernikahan usia dini, masuk ke dalam kategori poin 4T, yaitu terlalu muda. Perlu diketahui, point 4T yang dimaksudkan adalah terlalu banyak, terlalu rapat, terlalu muda, dan terlalu tua.
“Jika pernikahan dini, maka masuknya 4T, salah satunya terlalu muda. Masuk dalam resiko tinggi,” tandasnya.
(NSRL)