Serang, suarahimpunan.com – Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui juru bicaranya, Abdul Rochman, mengkritik pembatasan jam operasional rumah makan di Kota Serang selama bulan Ramadan. Menurut dia, pembatasan tersebut berlebihan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)
Kritik tersebut pun mendapat kritikan dari Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang. Abdul Rochman dinilai lebay dalam melihat aturan yang sudah ada sejak 2010 tersebut.
Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Muhammad Izqi Kahfi, menegaskan bahwa Kemenag tidak perlu terlalu ‘lebay’ dalam menanggapi aturan pembatasan jam operasional rumah makan di Kota Serang. Sebab menurutnya, pelaksanaan aturan tersebut telah sesuai dengan aturan perundang-undangan.
“Tentunya Pemkot Serang dalam menjalankan aturan tersebut mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. Pemkot Serang memiliki Perda Nomor 2 tahun 2010 pasal 10 ayat 4 yang mengatur terkait dengan jam operasional selama Ramadan,” ujarnya, Kamis (15/4/2021).
Ia mengatakan, dalam pembentukan Perda tersebut juga telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pembentukan Perda itu pun tetap mengakomodir kearifan lokal Kota Serang, yang terkenal sebagai daerah religius.
“Dalam UU 23 tahun 2014 pasal 236 ayat 4, UU Nomor 12 tahun 2011 pasal 14 dan Permendagri nomor 80 tahun 2015 disebutkan bahwa pemerintah daerah dalam membentuk Perda, dipersilahkan untuk memuat materi muatan lokal dalam Perda yang dibentuk,” terangnya.
Maka dari itu, terlalu ‘lebay’ jika Kemenag menganggap aturan yang diterapkan oleh Pemkot Serang selama bulan Ramadan sebagai aturan yang berlebihan. Sebab, aturan itu hanya berlaku selama bulan Ramadan saja dan pada jam tertentu saja.
“Kecuali kalau Pemkot Serang melarang warung makan buka selama 24 jam di bulan Ramadan. Itu baru berlebihan dan mematikan ekonomi masyarakat serta melanggar HAM. Kalau seperti yang sekarang, ini masih dalam koridor wajar. Jadi Kemenag mohon jangan lebay,” tegasnya.
Kahfi pun meminta masyarakat di luar Kota Serang untuk tidak latah dalam menyikapi aturan yang diberlakukan di Kota Serang. Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk membaca dan menelaah Perda Nomor 2 Tahun 2010 tersebut.
“Pasal 10 ayat 1 jelas membatasi orang untuk makan dan minum di tempat umum. Untuk yang makan dan minum tidak di tempat umum, silahkan bagi yang memang tidak berpuasa,” ucapnya.
Pada Perda tersebut juga menurutnya hanya membatasi pelaku usaha kuliner, agar tidak menyediakan tempat untuk pelanggan yang ingin makan di tempat. Hal itu tertuang dalam pasal 10 ayat 4.
“Sampai saat ini sebenarnya Perda itu tidak ada masalah dalam penerapannya. Meskipun memang sebaiknya direvisi karena sudah 10 tahun. Tapi secara subtansi, Perda itu berjalan dengan normal. Kami pun belum pernah dengar ada rumah makan yang gulung tikar karena perda itu,” tandasnya. (RED)