SUARAHIMPUNAN – Reformasi adalah amanat rakyat yang harus dijaga. Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang tengah dibahas merupakan ancaman nyata terhadap cita-cita reformasi, karena membuka ruang bagi kembalinya militerisme dalam kehidupan bernegara.
Ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi (MPO), Mahfut Khanafi, mengungkapkan bahwa pihaknya menolak segala bentuk upaya yang dapat menghidupkan kembali pemerintahan yang menebar ketakutan alih-alih harapan.
“Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil, dan oleh karena itu, TNI harus tetap difungsikan sebagai penjaga kedaulatan negara di bawah kontrol sipil, sebagaimana prinsip utama dalam negara demokratis,” ujarnya dikutip dari laman Instagram.
Mahfut mengatakan, Dwifungsi TNI hanya akan mengaburkan batas antara militer dan sipil, yang pada akhirnya melemahkan supremasi sipil dan membuka peluang bagi otoritarianisme.
“Kita juga tidak boleh membiarkan adanya kewenangan berlebih pada institusi tertentu, terlebih bagi TNI yang memiliki hak untuk memegang senjata,” katanya.
“Kewenangan yang tidak terkontrol berisiko digunakan di luar kepentingan negara dan rakyat, sehingga dapat mengancam tatanan demokrasi yang telah kita bangun bersama,” sambungnya.
Mahfut menegaskan, demokrasi harus tetap dijaga, dan segala bentuk kebijakan yang berpotensi merusak tatanan tersebut harus ditolak.
Oleh karena itu, PB HMI MPO mendesak kepada pihak terkait untuk:
1. Menghentikan segala bentuk pembahasan RUU TNI yang bersifat tertutup, minim kajian ilmiah dan berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI.
2. Menghapus segala pasal yang berpotensi memberikan kewenangan TNI menduduki jabatan sipil.
3. Melibatkan perwakilan masyarakat sipil dan unsur sipil lainnya dalam segala bentuk penyusunan perundang-undangan yang dilakukan secara terbuka, jujur, dan adil.