Dengan ketentuan tersebut, ada tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Dimana SBY-Budiono keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 60,80 persen.
Kemudian Pemilihan Presiden 2014 besaran ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) tak berubah.
Pemilihan Presiden 2014 tetap mengacu pada UU No. 42 Tahun 2008. Dengan dasar tersebut pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional.
Ketika itu hanya ada dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dengan perolehan suara 53,15 persen, mengungguli Prabowo-Hatta yang mendulang suara 46,85 persen.
Pada pemilu 2019 ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) kembali berubah. Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam pasal 222 UU No. 7/2017. Pemilihan Presiden 2019 kembali diikuti oleh 2 pasangan calon yakni Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Jokowi-Ma’aruf tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara 55,50 persen mengalahkan Prabowo-Sandiaga yang mengantongi 44,50 persen suara.
Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Adapun dalam pilpres tahun 2004, 2009, 2014, digunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya sebagai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Pada ketiga gelaran pemilihan presiden itu, pemilihan legislatif dilaksanakan beberapa bulan sebelum pemilihan presiden. Sementara, pada pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Hal ini karena pelaksanaan pilpres dan pileg dilaksanakan serentak pada April 2019.
Menjelang pemilihan presiden 2024 isu tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold kembali mencuat. Penolakan terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) semakin digaungkan dan beramai-ramai menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). karena pasal 222 UU No. 7/2017 dinilai justru membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden sehingga menghalangi hak warga negara mendapatkan banyak pilihan calon presiden. Kemudian, dalam pasal 6A UUD 1945 tidak menyebutkan syarat persentase untuk bisa mengusung pasangan calon presiden.
Ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang dinilai telah membatasi demokrasi. Tidak salah untuk digugat ke MK mengingat bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama atau equality before the law.