Literatur

Berdemo-demo Dahulu, Berbagi Bansos BBM Kemudian

Published

on

 

Sudah 12 hari lamanya pasca-diumumkannya pengurangan subsidi pada 3 September 2022 oleh Presiden Joko Widodo. Sosok yang secara sah terpilih kembali pada Pemilu 2019 itu mengumumkan pengurangan subsidi di siang bolong. Agak sedikit berbeda dengan yang lalu-lalu, yang biasanya dilakukan tengah malam.

Sang Presiden kesayangan kita semua itu menyampaikan bahwa pengurangan subsidi , karena adanya pembengkakan besaran subsidi pada APBN. Bahkan katanya, sampai tiga kali lipat, menyentuh angka Rp500 triliunan.

Pengumuman yang dilakukan secara tiba-tiba itu akhirnya menggocek kita semua. Mahasiswa tergocek, karena dikiranya wacana penyesuaian harga BBM itu hanya prank belaka. Sehingga, konsolidasi mereka pun kendur. Sementara masyarakat, salah waktu untuk ngantre. Tiga hari sebelumnya, mereka sudah ngantre di Pom Bensin karena diisukan BBM bakal naik pada 1 September 2022.

Elemen dadakan yang memang tidak pernah hilang dari gaya kepemimpinan pak Jokowi, sukses membuat mahasiswa dan masyarakat ketar ketir. Apalagi, pengumuman yang dilakukan di hari Sabtu, membuat banyak orang makin mager buat meresponnya.

Namun, yang namanya gerakan perlawanan tetap tidak bisa dibendung, meskipun oleh rasa mager sekalipun. Senin 5 September 2022, letupan-letupan mulai terjadi, baik di pusat maupun daerah. Baik skala kecil maupun skala besar.

Pengurus Besar (atau Badko Jabagbarnya?) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI pada Selasa 6 September 2022. Bersama massa yang kebetulan juga berada di sana, Pengurus Besar dan/atau Badko Jabagbar, menyatakan sikap menolak penyesuaian harga BBM, karena bakal bikin inflasi meningkat.

Di Banten, terjadi cukup banyak gerakan massa, meskipun mayoritas dilakukan secara parsial dan hanya ‘satu babak’ saja. Tercatat, ada dua gerakan aksi mahasiswa yang dilakukan secara massif. Pertama, aksi yang dilakukan oleh aliansi Gempur Banten di DPRD Provinsi Banten. Kedua, aksi yang dilakukan oleh Aliansi Ampera di Bundaran Ciceri, .

Baca Juga:  Gara-Gara Domba, Nyebrang Shirathal Mustaqim Pake Ayla

Sementara, ada pula aksi yang dilakukan oleh masyarakat, diantaranya aksi yang dilakukan oleh Ojol Banten, dan aksi yang dilakukan oleh gabungan serikat dan federasi buruh Banten. Keduanya membawa ratusan massa aksi ke Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.

Puncaknya untuk sementara ini, adalah aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, mahasiswa hingga pelajar di Jakarta pada Selasa 13 September kemarin.

Tentunya, gerakan-gerakan tersebut sangat perlu diapresiasi. Sebab jujur saja, motor yang biasanya isi pertalite Rp20 ribu bisa sampai dua hari, karena harganya ‘disesuaikan’, sekarang cuma bisa satu hari lebih sedikit + dorong motor kalau lupa.

Namun sebenarnya, penulis pribadi agak khawatir dengan gerakan ini. Bukan soal menang atau tidaknya tuntutan pembatalan pengurangan subsidi BBM. Tugas kita adalah berjuang, menang atau kalah itu sudah biasa. Justru yang dikhawatirkan adalah, kemunculan daripada titisan Abdullah bin Ubay bin Salul di dalam barisan.

Maksud? Ya maksudnya ada pengkhianat. Mereka yang mewarisi semangat kemunafikan, yang akan selalu mencari celah untuk menusuk dari belakang dan mengambil keuntungan pribadi atas perjuangan yang telah dilakukan.

Bukan tanpa alasan penulis menyampaikan hal tersebut. Sebab, hal itu sudah pernah terjadi, dan tidak hanya sekali saja.

Kita mungkin masih ingat aksi besar-besaran menolak Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja (Ciptaker) pada 2020 lalu. Pada aksi penolakan tersebut, gelombang penolakan sangat besar. Bentrokan kerap terjadi dalam pelaksanaan aksi unjuk rasa. Korban luka pun rasanya sudah tidak terhitung jumlahnya.

Baca Juga:  Sukses Gelar Batra, Imam Komisariat Untirta Ciwaru: Jangan Hilang Sebelum Tanggung Jawab Usai

Dengan masifnya gerakan itu, penulis sangat ingat bahwa sebulan setelahnya, sejumlah pimpinan organisasi mahasiswa, baik internal maupun eksternal di Provinsi Banten, diundang untuk ‘diskusi’ bersama dengan Kantor Staf Presiden (KSP) di salah satu hotel di perbatasan Kabupaten Serang-Kota Cilegon.

Diskusi itu membahas terkait dengan UU Ciptaker. Dipimpin oleh Ali Mochtar Ngabalin, diskusi tersebut dijadikan sebagai wadah menerima aspirasi mahasiswa, berkaitan dengan UU yang beberapa waktu sebelumnya ditolak besar-besaran. Plong, habis itu damai.

Kita juga masih ingat unjuk rasa menolak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, pada pertengahan 2021 kemarin. Gerakan massif di setiap daerah tersebut, juga banyak memakan korban.

Tapi di tengah ‘lautan’ korban tersebut, ada saja pihak-pihak yang pada akhirnya mengambil kesempatan, dengan cara menjadi ‘agen’ penyalur Bantuan Sosial (Bansos) . Rasanya, aksi heroik mereka itu juga terekam jejak digitalnya.

Praktik tersebut tentunya sangat berpotensi terjadi pada gerakan saat ini. Apalagi, kurang lebih Rp15 triliun subsidi BBM dialihkan menjadi Bansos BBM, yang siap didistribusikan kepada mereka yang ‘berhak’.

Hal inilah yang perlu menjadi pertimbangan dari kita semua, gerakan nanggung, parsial nan cuma nyari panggung, pada akhirnya hanya akan menjadi gerakan ‘babat alas’ untuk para titisan Abdullah bin Ubay itu. Toh gerakan se-massif penolakan Omnibuslaw dan PPKM Darurat saja, masih bisa ditunggangi.

Ibarat pepatah: Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Berdemo-demo dahulu, berbagi Bansos BBM kemudian.

Serok gan! Cuan-cuan-cuan-cuan.

Diebaj Ghuroofie Dzhillilhub
Imam Besar Sekte Jabiedisme
Pengasuh Ma’had Kolektif
Kader Cabang Serang

Lagi Trending