Filsafat sebagai sistem ilmu berpikir kritis, sejatinya mesti dicintai oleh generasi era milenial ini. Dalam dinamika informasi yang seringkali menampilkan lapisan luaran, ambigu dan sarat irasionalitas, filsafat hadir untuk membuka cakrawala berpikir baru, analitis, logis, kritis, sistematis dan mendalam. Dengan sistem berpikir filsafat, kaum milenial setidaknya dimampukan untuk mengamalkan suatu prinsip moral yang dikatakan oleh salah satu filsuf dan teolog zaman Skolastik Thomas Aquinas ,”Bonum est persequendum et malum evitandum” (Melakukan yang baik dan menghindari yang jahat).
Bukan tidak mungkin bahwa filsafat kemudian membuka peluang bagi generasi milenial untuk unjuk teladan berpolitik yang sehat, rasional dan fair bagi elit politik tua yang rentan menjadikan “tanah suci” politik sebatas langgam pertempuran irasionalitas yang memuakkan. Filsafat adalah ilmu metafisika atau meta materi. Karena itu, jangan berharap manfaat-manfaat materi dari filsafat. Dengan berfilsafat, bersiaplah untuk tidak kaya.
Jika anda kaya, yakinlah itu bukan karena filsafat, tapi karena jiwa dagang yang anda miliki; anda mengorbankan materi demi meraih materi yang lebih banyak. Perdagangan yang ditawarkan filsafat adalah perdagangan lintas materi. Kita mengorbankan materi, demi meraih non materi. Anda belum untung, jika anda mengeluarkan seratus perak, walau yang kembali pada anda sebesar seratus ribu.
Sebab, uang seratus perak dengan seratus ribu, tidak berbeda nilainya dalam filsafat; keduanya sama-sama level materi, perdagangan antar materi. Manfaat yang diberikan filsafat adalah manfaat metamateri. Yaitu, manfaat yang melintasi ruang dan waktu, yang kita sebut dengan kesempurnaan jiwa. Apakah sama nilainya mereka yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui? Tentu tidak, beda keduanya seperti beda antara yang hidup dengan yang mati, begitu kata Aristoteles.
Filsafat adalah partner agama yang akan memberikan nilai pada teknologi. Ibaratnya, teknologi adalah mesin, sedang filsafat dan agama adalah cahaya. Dengan begitu, berkat filsafat dan agama, teknologi akan menemukan arah. Kata filsafat, teknologi adalah bagian kecil dari alam, yang mesti digunakan sesuai dengan falsafah penciptaannya, yaitu sebagai sarana penyempurna diri (bukan sekedar pemudahan hidup).
Dan disinilah urgensi filsafat. Sebagai ilmu yang menempatkan akal sebagai raja pengetahuan, filsafat mengajak manusia kembali ke akal, mengembalikan dan meningkatkan daya kritis. Bisa saja realitas disaksikan dengan indra, tapi realitas mesti disimpulkan dengan akal. Di negara filosof, kebohongan tak akan diminati. Kebohongan diminati, sebab kebohongan ditampilkan seolah-olah sebagai kebenaran. Dengan akal, kebohongan akan terlihat sebagai kebohongan.
(Tugas UAS Aqidah dan Filsafat Islam)
Referensi
Iffah Al Walidah. TABAYYUN DI ERA GENERASI MILLENNIAL jurnal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Darliana Sormin. 2019. PERAN DAN FUNGSI FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN BERLANDASKAN NILAI KEISLAMAN
Yamaman. 2019. Islam transitif : Filsafat Milenial. Jakarta : kencana
Gabriel A. Urgensi filsafat di era milenial. Di akses melaui https://www.qureta.com/post/urgensi-filsafat-di-era-milenial pada 14 desember 2021
https://www.qureta.com/post/urgensi-filsafat-di-era-milenial
https://geotimes.id/opini/filsafat-dan-era-milenial/