Literatur

Konsep Meraih Kebahagiaan Menurut Chuang Tzu

Published

on

Ya memang tidak bisa dipungkiri lagi banyak orang yang beranggapan bahwasannya adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Akan tetapi kebahagian yang sesungguhnya bukanlah seberapa banyak harta, dan uang yang dimilikinya, karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai kadar kebahagiaannya masing-masing dan setiap orang mempunyai cara untuk dia bisa bahagia.

Harta bukanlah tolak ukur seseorang. Banyak kita temui orang-orang yang memang hartanya berlimpah bahkan ada pribahasa mengatakan hartanya tidak akan habis tujuh turunan. Tapi apakah kita tahu hidup dia bahagia atau tidak dengan banyaknya harta yang dia miliki? kalian pernah dengar gak sih kata-kata seperti ini ‘uang memang bukan segalanya tapi segalanya tanpa uang gak bisa‘ mungkin udah gak asing lagi yah terdengar ditelinga kita. Nah, menurut kalian gimana nih? Apa mungkin bahagia itu dengan banyaknya uang dan harta?

Kalau menurutku sendiri sih enggak yah, karena letak itu bukan dengan memiliki uang dan harta yang melimpah. Namun letak kebahagiaan itu ada di dalam hati. Jadi stop yah berasumsi kalau orang yang banyak hartanya itu bahagia dan stop berasumsi bahwa orang yang hidupnya pas-pasan itu gak bahagia. Harta bukan jaminan kebahagiaan seseorang, harta bukan jaminan masuk surga, mau kaya ataupun miskin kita sama di mata Allah SWT yang membedakan semuanya adalah tingkat ketaqwaan dan ketaatannya. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga:  Pencarian Identitas Diri sebagai Tugas Perkembangan Psikososial Remaja dan Pentingnya Remaja dalam Menanamkan Nilai Keislaman

Dari hadis di atas sudah jelas sekali menunjukkan bahwasanya kaya hakiki bukan banyaknya harta dunia disertai dengan sikap rakus (tamak) terhadapnya, tetapi kaya hakiki itu orang yang selalu merasa cukup dengan sesuatu yang Allah berikan dan merasa rela atas bagiannya, dan kaya itu terpuji karena akan menjaga diri dari propaganda kerakusan, sehingga ia menjadi orang yang lemah. Maka dari itu marilah selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Lihatlah orang yang ada di bawah kita. Dan janganlah melihat kepada orang yang di atas kita.

Chuang Tzu pun mengatakan, manusia alangkah lebih baiknya menghapus kesenangan yang bersifat material, serta bisa mengusahakan kesucian perilaku dengan jalan membiarkan hidup ini mengarah pada kebebasan. Sumber dari dunia ini adalah Tuhan dan manusia. Tuhan menciptakan semesta alam yang merupakan tempat perlindungan dan memberi kesenangan kepada manusia yang bisa hidup sesuai dengan alam. Ajaran yang terkenal yaitu sebuah doktrin mengenai penerusan bakat alamiah dan perlindungan terhadap kehidupan yang kemudian doktrin ini diubah oleh para pengikutnya menjadi ‘setiap manusia itu untuk dirinya sendiri‘.

Baca Juga:  Lestarikan Budaya Literasi

Chuang Tzu percaya bahwa seseorang tidak akan mengizinkan perbuatan yang tidak adil. Setiap orang Hendaknya mengurangi hidup secara berlebihan dan biarkan hidup ini berjalan sendiri menurut kehendak alam. Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Lao Tzu yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Tao Te Ching. 

Adapun kesederhanaan yang membawa kebahagiaan bisa digambarkan seperti ini, orang yang kaya hendaknya jangan hidup mewah, karena jika manusia terlena dalam kemewahan hidupnya bisa jadi nasib hidupnya akan menuju kemiskinan, lalu dalam contoh lain, orang pandai seharusnya merasa dirinya bodoh, agar ia dapat terus menggali potensinya dan berkembang menuju kepada kepandaiannya yang lebih tinggi, karena sebetulnya orang yang merendahkan diri akan ditinggikan.

Tugas mata kuliah Filsafat . Dosen pengampu Bapak Ahmad Fadhil, Lc, M.Hum.

Halaman 2 dari 2 HalamanHalaman Selanjutnya

Lagi Trending